DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Catatan Denny JA: 12 Jam Protes Berbaring di Jalan Raya

image
Sportyabc.com/kiriman

SPORTYABC.COM - Sastrawan-aktivis asal Indonesia, di Vietnam, 1983, memilih protes berbaring di jalan raya selama 12 jam, berharap kebebasan. 1

-000-
Hati remuk.  
Luka menganga.  
Diri terbuang.  
Tergeletak di jalan raya,  
lebih dari 12 jam,  
satu hari di Vietnam,  
di negara yang tak dikenalnya.

“Biarlah mobil melindasku.  
Tak apa tank baja menindih kepalaku.  
Remuklah segala.  
Silakan.”

Ular naga muncul mendadak dari langit,  
meniup bola api maha panas,  
tepat ke ulu hatinya.  
Terbakar segala.  
Hangus.

Di antara suara klakson mobil,  
dan bau sengit asap kendaraan,  
pikirannya melayang ke masa silam.

Indonesia, 1960-an.  
Ia, Ikrama, dikirim sekolah oleh Bung Karno ke Moskow.  
Tugas belajar, membangun negara.

Politik bergolak.  
Kekuasaan tumbang.  
Ikrama bagian dari kumpulan,  
yang harus dibasmi tuntas,  
hingga ke akar.

Kini ia menyadari,  
saat badannya tergeletak di jalan raya.  
Ia hanyalah ranting kecil,  
tak berdaya,  
dari pohon besar,  
yang kalah,  
dan segera tumbang.

Ia dikirim ke Vietnam.  
Tak ada surga di sini,  
yang dijanjikan.  
Hanya ada perang.  
Kelaparan.  
Penyakit.  
Kesepian.  
Bekal yang bagus,  
untuk jadi sastrawan.

Karena aksi berbaring di jalan,  
ia peroleh kembali paspor,  
terbang ke Belanda.

Di negara bebas,  
di antara warna-warni kebun bunga tulip,  
luka batinnya mekar,  
ditiup angin menjadi kata,  
disiram matahari menjadi kalimat,  
ditetesi salju menjadi alinea.

Ikrama menulis puisi,  
cerpen, novel.

Di setiap halaman,  
kata-kata menangis di sana.  
Kalimat berdiam, kesepian,  
di dalam buku.

Luka sebagai mahasiswa, aktivis, sastrawan, menjadi roman.


Ia keluar dari Indonesia, sebagai mahasiswa.  
Terbuang ke negeri lain, sebagai aktivis.  
Dan mati, sebagai sastrawan.

18 September 2024 ***
CATATAN:
(1) Kisah ini terinspirasi dari hidup Asahan Alham, mahasiswa dan aktivis asal Indonesia yang sempat berlari ke Vietnam, dan wafat di Belanda, akibat pergolakan politik di Indonesia, tahun 1960-an.

Sumber: kiriman Denny JA

Berita Terkait