Puisi Esai Denny JA: Ambillah Ginjal Ibu, Anakku
- Penulis : Rhesa Ivan
- Minggu, 22 Desember 2024 14:14 WIB
Ia bekerja tanpa jeda,
mencuci baju, memeras tenaga,
mengumpulkan uang,
seperti mencari air di gurun,
sedikit demi sedikit untuk memberi makan anaknya.
Tapi ia sadar,
jika ia tak menyerahkan dirinya,
Mila akan mati,
tenggelam
di samudera takdir yang kejam.
Pagi itu, Kartini berdiri di depan dokter,
Ia berlagak kokoh,
menjadi gunung yang tak tergoyahkan meski diterpa angin.
“Ambillah ginjal saya.”
Dokter mengangguk perlahan,
penuh kekhawatiran.
“Risikonya besar, Bu.
Ibu yakin?”
Kartini tersenyum kecut,
penuh ragu,
tapi bayangan wajah Mila yang menangis, menguatkan.
“Anak saya terlalu lama di jalan gelap.
Waktunya, Ia melihat cahaya.”
Hari itu adalah pertaruhan hidup.
Mila memegang tangan ibunya erat.
Ia akar yang takut kehilangan tanahnya.
“Mi, jangan lakukan ini.
Aku tak ingin kehilanganmu.”
Kartini membalas dengan senyuman yang menenangkan.
“Nak, tubuh ibu hanyalah sebuah jembatan.
Ia tidak pernah takut runtuh,
asalkan kau bisa melewatinya dengan selamat.”
Ketika mereka masuk ke ruang operasi,
doa-doa disemai menjadi aliran sungai,
mengalir di hati semua orang.