DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Satrio Arismunandar dalam Diskusi SATUPENA, Brain Rot Bikin Anak dan Siswa Sulit Konsentrasi Dalam Waktu Lama

image
Satrio Arismunandar (Foto: Koleksi pribadi)

 

SPORTYABC.COM - Brain Rot dapat membuat anak-anak dan siswa lebih sulit berkonsentrasi dalam waktu lama, terutama dalam membaca atau memahami materi pelajaran yang kompleks. Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar.

Satrio Arismunandar menanggapi tema diskusi Brain Rot dan Ragam Dampak Negatif Era Digital bagi Anak.

Baca Juga: Satrio Arismunandar dalam Diskusi SATUPENA: Peran Perempuan Dalam Proses Perdamaian di Aceh Sering Diabaikan

Diskusi daring di Jakarta, Kamis malam, 30 Januari 2025 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA. 

Diskusi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu akan menghadirkan narasumber Khusnul Aflah, Koordinator Aliansi Down to Zero Indonesia dan Pegiat Indonesia Child Online Protection. Diskusi itu akan dipandu oleh Mila Muzakkar dan Anick HT.

Satrio mengungkapkan, "Brain Rot" adalah istilah slang yang digunakan untuk menggambarkan kondisi di mana seseorang mengalami penurunan konsentrasi, motivasi, dan kemampuan berpikir kritis akibat konsumsi berlebihan konten yang dangkal, repetitif, dan kurang bermakna. 

Baca Juga: Satrio Arismunandar dalam Diskusi SATUPENA: Menulis Biografi Jangan Terlalu Memuja atau Menghakimi

“Istilah ini sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial, video pendek --seperti TikTok dan Reels-- serta konsumsi hiburan instan yang minim stimulasi intelektual,” jelas Satrio.

Menurut Satrio, Brain Rot bisa menurunkan kemampuan berpikir kritis dan analitis. 

“Konsumsi konten instan yang dangkal dapat mengurangi kebiasaan berpikir mendalam dan kemampuan memproses informasi secara logis,” ujarnya.

Baca Juga: Buku SATUPENA, Suara Penulis Soal Pemilu dan Demokrasi 2024 Telah Beredar

Ditambahkan Satrio, anak-anak yang terlalu sering terpapar konten hiburan cepat cenderung mengalami kesulitan dalam memahami konsep akademik yang membutuhkan pemikiran jangka panjang.

Selain itu, kata Satrio Arismunandar, Brain Rot bisa menurunkan motivasi untuk belajar. 

“Terbiasa dengan kesenangan instan membuat anak-anak merasa belajar itu membosankan dan kurang menarik,” ucapnya.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Di Balik Buku Demokrasi dengan Rekor Terbanyak 221 Penulis

Kata Satrio Arismunandar, ada beberapa cara mengatasi Brain Rot pada anak dan siswa sekolah. Pertama, terapkan aturan waktu penggunaan gadget, seperti maksimal 1–2 jam sehari untuk hiburan digital.

Kedua, tutur Satrio, orang tua mendorong aktivitas yang menstimulasi otak bagi anak. “Ajak anak membaca buku, bermain teka-teki, menulis jurnal, atau berdiskusi tentang isu-isu penting untuk melatih berpikir kritis,” jelasnya.

Ketiga, ungkap Satrio, gunakan teknologi dengan bijak. “Arahkan anak untuk mengonsumsi konten yang edukatif dan bermakna, seperti dokumenter, kursus online, atau buku audio,” sambungnya.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Derita Rakyat Akibat Rusaknya Lingkungan Hidup di Dalam Puisi Esai

Yang juga penting, tingkatkan interaksi sosial offline. “Dorong anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, olahraga, atau aktivitas komunitas agar tidak terlalu bergantung pada hiburan digital,” lanjut Satrio.

Intinya, kata Satrio, adalah memberikan teladan yang baik. “Orang tua dan guru juga harus menunjukkan kebiasaan yang baik dalam penggunaan teknologi agar anak-anak dapat meniru pola yang sehat,” ujar Satrio.

“Dengan pendekatan yang tepat, efek negatif dari Brain Rot dapat diminimalkan, sehingga anak-anak dan siswa tetap dapat berkembang secara optimal dalam pembelajaran dan kehidupan sehari-hari,” pungkasnya. ***

Halaman:
Sumber: Kiriman SATUPENA

Berita Terkait