Inilah Kronologi Korupsi Pertamina yang Rugikan Negara Nyaris Rp200 Triliun
- Penulis : Rhesa Ivan
- Rabu, 26 Februari 2025 12:14 WIB

SPORTYABC.COM – Kejaksaan Agung jelaskan kronologi kasus dugaan korupsi PT Pertamina pada Senin 24 Februari 2025 malam.
Kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang di PT Pertamina, Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023 melibatkan jajaran direksi anak usaha PT Pertamina dan pihak swasta dan diperkirakan telah merugikan negara nyaris Rp200 triliun.
Baca Juga: MotoGP: Pertamina Enduro VR46 Racing Luncurkan Motor dan Livery Terbaru
Hal ini disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin Malam 24 Februari 2025.
“Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, di Gedung Kejagung Jakarta
Kerugian tersebut terdisi dari beberapa komponen, diantaranya ekspor minyak mentah yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan dalam negeri senilai Rp35 triliun serta pembelian minyak mentah dan produksi kilang dengan harga mark up melalui broker yang merugikan negara Rp11,7 triliun.
Baca Juga: BRI Liga 1: Kembali ke Zona Degradasi, PSS Sleman Depak Mazola Junior
Selain itu kebijakan impor ilegal juga berkontribusi terhadap meningkatnya biaya kompensasi dan subsidi BBM yang ditanggung APBN pada 2023 dengan nilai kerugian mencapai Rp147 triliun.
Kasus korupsi ini pun menyeret tujuh orang tersangka dimana empat diantaranya adalah jajaran direksi anak usaha PT Pertamina dan pihak swasta.
Para tersangka kasus korupsi tersebut adalah Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin (SDS),
Baca Juga: GKI Camar Kota Bekasi Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis Bagi Warga Desa Jlarem Boyolali
Kemudian Direktur PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi (YK), dan Vice President Feedstock Management PT KPI Agus Purwono (AP).
Sementara tersangka broker minyak mentah meliputi beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR),
Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW), dan
Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede (GRJ).
Baca Juga: GKI Camar Kota Bekasi Tutup Kegiatan Family Live In di Desa Jlarem Boyolali
Menurut Abdul Qohar kasus ini berawal pada periode tahun 2018-2023 ketika ada ketentuan pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.
PT Pertamina pun wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum rencanakan impor minyak bumi,
Namun menurut Abdul Qohar, tersangka Riva Siahaan, Sani Dinar Saifuddin dan Agus Purwono melakukan pengondisisan dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk turunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.
Baca Juga: Liga Italia: Dusan Vlahovic Bawa Juventus Menang Minimalis Melawan Cagliari
Dengan pengondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun produksi kilang dilakukan dengan cara impor.
Abdul Qohar pun jelaskan ketika produksi kilang minyak sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak penuhi nilai ekonomis.
Dengan begitu secara otomatis bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri, sedangkan untuk penuhi kebuntuhan dalam negeri PT Kilang Pertamina Internasional kemudian mengimpor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produksi kilang
Baca Juga: Sorotan Media Asing Terkait Korupsi Minyak Pertamina yang Rugikan Negara Rp193,7 T
“Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” katanya.
Abdul Qohar juga mengatakan bahwa dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produksi kilang PT Pertamina Patra Niaga mendapati fakta di lapangan adanya permufakatan jahat antara penyelenggara negara yaitu Subholding Pertamina dengan broker.
“Tersangka RS, SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum,” ucapnya.
Sementara itu dalam pengadaan impor tersebut, Riva Siahaan melakukan pengadaan produksi kilang dengan membeli RON 92 (Pertamax) namun pada kenyataannya adalah RON 90 (Pertalite).
Dimana kualitas yang diperoleh lebih rendah yang kemudian dilakukan blending di depo untuk menjadi RON 92, terkait hal ini Abdul Qohar tegaskan hal ini jelas sangat tidak diperbolehkan.
Sementara tersangka Yoki Firnandi melakukan pengadaan impor minyak mentah dan produksi kilang PT Pertamina International Shipping dengan sengaja di mark up sebesar 13-15 persen. Hal ini jelas menguntungkan bagi broker yaitu Muhammad Kerry Adrianto Riza
"Nah dampak adanya impor yang mendominasi pemenuhan kebutuhan minyak mentah, harganya menjadi melangit," ujar Qohar.
Sementara itu tersangka Dimas Werhaspati dan Gading Ramadan Joede berkomunikasi dengan tersangka Agus Puwono untuk bisa mendapatkan harga tinggi pada syarat yang belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari tersangka Sani Dinar Saifuddin untuk impor minyak mentah dari tersangka Riva Siahaan untuk produksi kilang.
Dengan aksi kecurangan tersebut, komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi lebih tinggi.
Harga Indeks Pasar atau HIP tersebut inilah yang dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahunnya melalui APBN. ***