DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Kurban Idul Adha Tanpa Hewan: Sebuah Tafsir Baru

image
Budhy Munawar-Rachman

Ini juga seperti yang dikemukakan filsafat ekologi terbaru, sejak Deep Ecology.

Ketiga, soal ketakwaan. Tafsir Denny ini mengingatkan kita pada inti dari kisah Nabi Ibrahim, yaitu ketakwaan dan pengabdian kepada Tuhan. Dengan fokus pada nilai-nilai ini, kita dapat menjalankan ritus agama dengan cara yang lebih relevan dan bermakna dalam konteks saat ini. 

Makna ketakwaan pun diperluas, bukan hanya terkait pemaknaan tradisional berkurban, tapi juga berkurban dalam maknanya yang baru di era yang sekarang disebut “Anthropocene.” 

Era di mana manusia dituntut tanggung jawab yang besar dalam pemeliharaan dan penyelamatan bumi, sebagai rumah kita bersama, semua makhluk di bumi, bukan hanya manusia. 

Anthropocene adalah kisah tentang kemanusiaan di bumi ini, yang tumbuh, membangun, merusak, dan akhirnya sekarang harus menilai diri sendiri, atau berefleksi atas kerusakan yang sudah dibuatnya.

Keempat, nilai sosial. Dengan memungkinkan bentuk kurban yang lebih bervariasi, seperti sedekah atau bantuan tunai, kita dapat lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini juga memungkinkan kita untuk menyesuaikan praktik keagamaan dengan situasi sosial dan ekonomi yang berbeda.

Denny mengingatkan kita bahwa di era pandemi COVID-19 kenyataan fleksibilitas dalam praktik kurban dapat sangat bermanfaat. Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, merekomendasikan agar pada masa pandemi, kurban hewan digantikan dengan sedekah tunai untuk menghindari kerumunan dan risiko penularan virus. 

Ini adalah contoh bagaimana adaptasi terhadap situasi kontemporer dapat dilakukan tanpa mengorbankan esensi dari ibadah itu sendiri.

Menerapkan tafsir alternatif seperti yang diusulkan Denny JA, ada beberapa langkah yang saya pikir dapat diambil untuk mengadvokasi perubahan ini seperti: meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak lingkungan dan hak-hak hewan. Edukasi dapat dilakukan melalui berbagai media, seminar, dan diskusi publik.

Selanjutnya, pemerintah dan organisasi keagamaan dapat mengeluarkan kebijakan dan regulasi yang mendukung praktik kurban yang lebih ramah lingkungan dan etis. 

Halaman:
Sumber: kiriman

Berita Terkait