Inilah Alasan LSI Denny JA Berikan Joko Widodo 3 Rapor Biru, 3 Rapor Netral dan 1 Rapor Merah
- Penulis : Rhesa Ivan
- Kamis, 10 Oktober 2024 15:19 WIB
SPORTYABC.COM – Pemerintahan Joko Widodo selama 10 tahun dinilai berhasil hal ini berdasarkan Kesimpulan LSI Denny JA usai mengelola tujuh indek dunia yang dikeluarkan oleh tujuh lembaga kredibel internasional.
Penilaian LSI Denny JA ini membuat Joko Widodo mendapatkan 3 rapor biru, 1 rapor merah dan 3 rapor netral berdasarkan olah data dari tujuh lembaga internasional.
Dengan hasil ini LSI Denny JA sebagaiman dalam siaran persnya pada Kamis 10 Oktober 2024 merumuskan empat prinsip untuk menilai berhasil atau tidaknya seorang Presiden di akhir masa jabatan.
Baca Juga: LSI Denny JA Sebut Warganet Khawatir Dampak dari Judi Online bagi Keuangan
Pertama, penilaian harus berbasis data dan riset dari lembaga yang kredibel sebagaimana disampaikan oleh Denny Januar Ali, founder LSI Denny JA.
"Riset dan data bertahun-tahun yang dijadikan basis, bukan spekulasi dan prasangka, membuat penilaian itu lebih mewakili kondisi sebenarnya," tulis Denny Januar Ali, founder LSI Denny JA.
Kedua, penilaian harus komprehensif, dari isu ekonomi, politik, sosial hingga hukum.
Baca Juga: Pidato di Hadapan Joko Widodo, Paus Fransiskus Ingatkan Akan Bahaya Kekuasaan
Menurut Denny Januar Ali, sangat mungkin setiap pemerintahan di manapun akan berhasil di satu isu, tapi gagal di isu lain.
"Dengan meriset semua dimensi, penilaian objektif dan menyeluruh lebih mungkin dilakukan," jelasnya.
Ketiga, penilaian membandingkan data tahun pertama (2014) versus tahun terakhir (2024) pemerintahan Jokowi.
Menurutnya lagi, dengan dua titik itu pemerintahan dinilai dalam durasi waktu yang cukup, juga akan punya basis menilai kemajuan atau kemundurannya.
Keempat, data yang digunakan harus dari lembaga dunia yang kredibel, teruji. Data yang dinilai juga bisa diakses oleh siapapun di internet.
"Untuk ini, LSI Denny JA menggunakan hanya data dari lembaga seperti World Bank, The Heritage Foundation, Transparency International, dan lembaga lain yang sekelas," tuturnya.
Penilaian berbasis tujuh indeks ini menjadi program unggulan LSI Denny JA untuk menilai presiden Indonesia lainnya ke depan, yang habis masa jabatannya
Penilaian berdasarkan indeks dunia ini melengkapi penilaian lain yang juga standar dilakukan di negara lain yakni Approval Rating, tingkat kepuasan publik atas kinerja presiden di bulan terakhir pemerintahannya.
Denny Januar Ali kemudian membeberkan raihan selama pemerintahan Jokowi yang melahirkan 3 rapor biru, 3 rapor netral, dan 1 rapor merah.
Baca Juga: LSI Denny JA Rilis Capaian 10 Tahun Presiden Joko Widodo di Bidang Sosial
Pertama, Produk Domestik Bruto (PDB), yang diukur oleh World Bank, menilai kualitas ekonomi suatu negara melalui nilai barang dan jasa yang dihasilkan.
Hasilnya adalah rapor biru bagi Jokowi, menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil dan signifikan.
Kedua, Indeks Kebebasan Ekonomi yang disusun oleh The Heritage Foundation mengukur kebebasan ekonomi suatu negara berdasarkan aspek seperti kepastian hukum, efisiensi regulasi, dan keterbukaan pasar.
Baca Juga: LSI Denny JA Rilis 10 Tahun Pemerintahan Joko Widodo dalam Kebebasan Ekonomi yang Meningkat
"Indonesia mendapat rapor biru di indeks ini, yang menunjukkan kebijakan ekonomi Jokowi semakin membuka diri terhadap pasar dan investasi," ucapnya.
Ketiga, Social Progress Index dari Social Progress Imperative menilai kesejahteraan sosial melalui akses masyarakat pada kebutuhan dasar, pendidikan, dan peluang ekonomi.
Kata Denny Januar Ali bahwa hasil rapor biru ini mencerminkan kemajuan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi.
Keempat, namun, dalam Indeks Demokrasi yang diukur oleh Economist Intelligence Unit, Indonesia mendapat rapor merah.
Indeks ini mengevaluasi kualitas demokrasi berdasarkan kebebasan sipil, partisipasi politik, dan proses pemilu.
Menurutnya, rapor merah ini menunjukkan tantangan, ada penurunan kualitas, dalam menjaga politik penyeimbang, oposisi, partai politik, DPR, kebebasan sipil dan ruang demokrasi.
Kelima, Indeks Persepsi Korupsi yang disusun Transparency International mengukur persepsi publik terhadap tingkat korupsi.
Indonesia mendapat rapor netral di indeks ini, yang menunjukkan upaya pemberantasan korupsi masih perlu diperkuat.
Keenam, Indeks Kebebasan Pers dari Reporters Without Borders menilai kebebasan jurnalis dalam mengakses dan menyampaikan informasi.
"Hasil rapor netral ini menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan, kebebasan pers Indonesia masih menghadapi tantangan," tuturnya.
Ketujuh, terakhir, Indeks Kebahagiaan yang disusun oleh SDSN dan Gallup Poll mengukur kesejahteraan dan kebahagiaan subjektif masyarakat.
"Rapor netral menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain dalam meningkatkan kepuasan hidup masyarakat," tambah Denny.
Lantas, mengapa 10 tahun Jokowi melahirkan kombinasi 3 Rapor Biru, 1 Rapor Merah dan 3 Rapor Netral?
Denny menjelaskan terdapat sedikitnya tiga alasan utama.
Alasan pertama, fokus pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi.
Denny mengatakan, sejak awal kepemimpinannya, Jokowi telah menetapkan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama.
"Ia menyadari bahwa ekonomi yang kuat memerlukan fondasi infrastruktur yang tangguh, sehingga ia menggagas proyek-proyek besar seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara," jelasnya.
Alasan kedua, komitmen yang kuat pada stabilitas dan penegakan hukum.
"Selama 10 tahun, Jokowi juga fokus pada stabilitas politik dan penegakan hukum sebagai pilar utama. Komitmennya untuk menjaga keamanan dan ketertiban nasional, namun punya resiko mengorbankan aspek demokrasi," terangnya.
Alasan ketiga, pertumbuhan inklusif yang belum maksimal.
Dia menerangkan bahwa meski ada pertumbuhan ekonomi yang kuat dan beberapa capaian sosial, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam memastikan bahwa manfaat ekonomi tersebut dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Pencapaian 3 rapor biru, 1 rapor merah, dan 3 rapor netral ini menunjukkan keberhasilan Jokowi dalam menumbuhkan ekonomi dan infrastruktur, tetapi juga menyoroti perlunya peningkatan dalam demokrasi, kebahagiaan publik, dan reformasi tata kelola yang lebih efektif dan adil," katanya.***