DECEMBER 9, 2022
News

Tragedi 98 Bukan Termasuk Pelanggaran HAM Berat

image
Yusril Ihza Mahendra, Menko Kumham (antara/Nadia Putri Rahmani)

SPORTYABC.COM – Baru saja dilantik sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM atau Menko Kumham, Yusril Ihza Mahendra sudah membuat pernyataan bahwa tragedi 98 bukan pelanggaran HAM berat.

Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa pelanggaran HAM berat terakhir terjadi ketika masa penjajaan yang menurutnya tidak terjadi lagi dalam dekade terakhir ini.

"Dalam beberapa dekade terakhir ini hampir bisa dikatakan tidak ada kasus-kasus pelanggaran HAM berat," kata Yusril di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin 21Oktober 2024.

Baca Juga: HUT TNI ke 79, Presiden Joko Widodo Anugerahkan Tanda Kehormatan kepada Sejumlah Perwira dan Kesatuan

"Enggak," kata Yusril saat ditanya apakah tragedi 98 termasuk pelanggaran HAM berat.

Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa setiap kejahatan adalah pelanggaran HAM, namun tidak semua kejahatan termasuk pelanggaran HAM berat.

Mantan Ketua Umum PBB ini pernah menghadapi kasus kasus dugaan pelanggaran HAM berat ketika menjabat menteri kehakiman dan HAM pada awal reformasi. Dirinya menjalani sidang di Komisi HAM PBB di Jenewa selama tiga tahun.

Baca Juga: Jokowi Akan Terima Medali Kehormatan Loka Praja Samrakshana dari Kapolri

Selama menjabat tersebut, Yusril membentuk pengadilan HAM, baik ad hoc maupun konvensional serta membentuk komite kebenaran dan rekonsiliasi.

"Jadi, sebenarnya kita tidak menghadapi persoalan pelanggaran HAM yang berat dalam beberapa tahun terakhir," ujarnya.

Sementara itu dari Jakarta Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid dalam pernyatannya yang termuat dan dikutip dari laman resminya memgatakan tidak sepantasnya pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang keliru mengenai HAM terlebih dari pejabat yang salah satu urusannya soal legislasi bidang HAM.

Baca Juga: Prabowo Subianto Umumkan Kabinet Merah Putih

Usman Hamid juga mengatakan bahwa Yusril Ihza Mahendra tidak mencerminkan pemahaman undang undang yang benar khususnya pengeritan pelanggaran HAM yang berat pada penjelasan Pasal 104 Ayat (1) dari UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM maupun Pasal 7 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

“Tak sepantasnya pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang keliru tentang hak asasi manusia. Apalagi dari pejabat yang salah satu urusannya soal legislasi bidang HAM. Itu tidak mencerminkan pemahaman undang-undang yang benar, khususnya pengertian pelanggaran HAM yang berat pada penjelasan Pasal 104 Ayat (1) dari UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM maupun Pasal 7 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM,” kata Usman Hamid

“Pernyataan itu juga mengabaikan laporan-laporan resmi pencarian fakta tim gabungan bentukan pemerintah dan penyelidikan pro-justisia Komnas HAM atas sejumlah peristiwa pada masa lalu yang menyimpulkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan atau crimes against humanity. Jadi pelanggaran HAM yang berat menurut hukum nasional bukan hanya genosida dan pembersihan etnis.

Baca Juga: Inilah Daftar Lengkap Menteri Kabinet Merah Putih

Usman Hamid juga merujuk pada hukum internasional setidaknya ada empat kejadian paling serius yaitu genosia, kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, serta kejahatan agresi sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Statuta Roma.

“Hasil-hasil penyelidikan Komnas HAM tersebut juga sudah diserahkan ke Jaksa Agung. Ini sudah menjadi fakta awal hukum yang tidak bisa dibantah, kecuali oleh peradilan yang fair dan adil. Setidaknya oleh pengadilan ad hoc yang memeriksa pelanggaran HAM yang berat masa lalu tersebut. Sayangnya tak kunjung ada usul DPR dan keputusan Presiden, sesuai Pasal 43 UU Pengadilan HAM,” katanya.

Menurut Usman Hamid pernyataan Yusril Ihza Mahendra tersebut bukan hanya tidak akurat secara historis dan hukum namun juga menunjukkan sikap nir empat pada korban yang mengalami peristiwa maupun yang bertahun tahun mendesak agar negara menegakkan hukum.

Baca Juga: Inilah Daftar Lengkap Wakil Menteri Kabinet Merah Putih

Usman menambahkan bahwa Tragedi Mei 1998 menyisakan luka mendalam bagi mereka yang kehilangan orang-orang tercinta akibat kekerasan massal, perkosaan, dan pembunuhan yang menargetkan kelompok etnis tertentu, khususnya komunitas Tionghoa pada saat itu.

Terlebih ini disampaikan pada hari kerja pertama Menko Yusril. Ini sinyal pemerintahan baru yang mengaburkan tanggung jawab negara terutama pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat di masa lalu. 

Pemerintahan yang lama juga telah pernah menyangkal, meski akhirnya mau mengakui 12 peristiwa sebagai pelanggaran HAM yang berat, termasuk Tragedi Mei 98.

Baca Juga: Denny JA: Jokowi dan Prabowo, Hubungan Unik dalam Politik Indonesia

“Kewenangan penentuan apakah sebuah peristiwa menurut sifat dan lingkupnya tergolong pelanggaran HAM yang berat sesuai Undang-Undang, bukan oleh presiden apalagi menteri. Tapi pengadilan HAM, setidaknya ditentukan pertama kali oleh Komnas HAM. Komnas pun harus membantah pernyataan Yusril dan mendesak penuntasan pelanggaran HAM masa lalu, termasuk Tragedi Mei 98, hingga tuntas.” Katanya.

Seperti diketahui publik tragedi 98 kembali menjadi sorotan publik usai Prabowo Subianto terpilih dan dilantik menjadi presiden.

Prabowo Subianto dikenal sebagai sosok yang diduga terlibat dalam penghilangan paksa para aktivis tahun 1998.

Panglima ABRI kala itu Jenderal Wiranto membentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) untuk memeriksa tujuh tundingan terhadap Prabowo Subianto termasuk penculikan aktivis.

DKP dalam pernyataannya mengatakan bahwa Prabowo Subianto bersalah dalam keputusan nomor KEP/03/VIII/1998/DKP.

Prabowo Subianto pun diberhentikan dari dinas kemilitera, namun kasus pengilangan paksa dianggap belum terselesaikan hingga hari ini.

Pemerintah Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah mengakui adanya 12  kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tiga diantarannya terjadi di tahun 1998.

Yaitu penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998, kerusuhan 13-15 Mei 19988, dan pengilangan paksa 14 orang pada 1997-1998. ***


 

Halaman:

Berita Terkait