Diakui UNESCO, Inilah Fakta Mengenai Reog Ponorogo
- Penulis : Rhesa Ivan
- Jumat, 06 Desember 2024 10:10 WIB

SPORTYABCO.COM – Kesenian tradisional asal Jawa Timur Reog Ponorogo resmi menjadi warisan Budaya Takbenda UNESCO yang ke 14 dienkripsikan ke dalam daftar UNESCO.
Penetapan Reog Ponorogo tersebut diresmikan dalam Sidang ke-19 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage yang berlangsung di Paraguay, pada Selasa 3 Desember 2024.
Bicara Reog Ponorogo maka akan identic dengan Barongan, Warok, Jathil dan Bujang Ganong. kesenian Reog Ponorogo juga keras dipentaskan di berbagai kesempatan, seperti di acara pernikahan, hari besar nasional, khitanan, hingga sejumlah festival tahunan yang diadakan pemerintah Kabupaten Ponorogo.
Baca Juga: Israel Semakin Menggila, Situs UNESCO Terancam Hancur Lebur di Lebanon
Reog Ponorogo bukan hanya pertujukan biasa, dan kesenian tersebut terkandung falsahaf cerita yang membuat seni ini hidup dan berbicara.
Inilah fakta dalam kesenian Reog Ponorogo yang dirangkum dari berbagai sumber.
Memiliki Tokoh Raja yang Sakti
Dalam Reog Ponorogo juga sisipkan tokoh Prabu Klono Sewandono. Prabu Klono Sewandono atau Raja Kelono adalah seorang raja sakti mendraguna yang memiliki pusat andalan berupa cemeti yang sangat ampuh dengan sebutan Kyai Pecut Samandiman.
Raja Klono selalu membawa pusaka tersebut untuk melindungi dirinya, selain memiliki kekuatan sakti, raja ini juga gagah.
Kegagahan sang Raja digambarkan dalam gerak tari yang lincah serta berwibawa.
Baca Juga: Tawarkan Pemandangan Korea Utara, Starbucks Buka Outlet di Perbatasan
Memiliki Berat hingga 50kg
Reog memiliki badan yang sangat besar bahkan beratnya Reog nyaris mencapai 50 kg. menariknya pemain reog hanya menggunakan gigi untuk mengangkat kepala singa bermahkota bulu burung merak.
Selain itu ada penari Jathil atau orang lain yang menaiki kepala reog sehingga beratnya hingga 100 kg.
Baca Juga: Korea Selatan Umumkan Darurat Militer
Jathil, Prajurit Berkuda yang Diperankan Wanita
Jathil merupakan salah satu tokoh prajurit berkuda yang hingga kini diperankan oleh seorang wanita.
Awal mulanya jathil tersebut diperankan seorang laki laki yang berparas tampan bersifat halus yang mirip dengan wanita.
Baca Juga: Darurat Militer Korea Selatan: KBRI Seoul Minta WNI Waspada
Namun Jathil mulai diperankan oleh seorang wanita pertama kali sekitar tahun 1980 di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ)
Jathil merupakan kesenia tertua kedua yang ada di tanah Jawa dan pernah masuk dalam rekor MURI dengan penari jathilan terbanyak dengan jumlah 2.062 orang pada 2018 dengan nomor rekor 8852.
Kesenian Reog Ponorogo Sudah Go Internasional
Baca Juga: Inilah Sejarah Reog Ponorogo yang Resmi Jadi Warisan Budaya UNESCO
Reog Ponorogo tidak hanya tampil di kampung halamannya atau di wilayah Indonesia saja. Saat ini Reog Ponorogo sudah dikenal hingga ke mancanegara.
Para penonton dibuat kagum dan terpesona dengan penampulan Reog Ponorogo di Los Angeles, Suriname, Venezuela, Rusia, Inggris dan Spanyol.
Sudah Ada Sejak Zaman Majapahit
Sebagaimana dikutip dari buku antalogi Cerita Rakyat Jawa Timur yang disusun Balai Bahasa Surabaya 2011, mengenai asal asul reog Ponorogo.
Reog Ponorogo sendiri sudah ada sejak zaman Majapahit, Kerajaan Majapahit sempat berjaya di tangan Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada.
Sindiran untuk Raja Majapahit
Dalam buku tersebut, juga disebutkan Ki Ageng Kutu akhirnya menciptakan drama tari yang disebut reog.
Kesenian ini buat menggambarkan keadaan kerajaan Majapahit dan jadi sindiran atau satire sekaligus punya makna simbolis.
Ki Ageng Kutu berperan sebagai tokoh warok. Dalam drama tari reog, warok dikelilingi murid-muridnya.
Hal itu menggambarkan fungsi dan peranan sesepuh masih tetap diperlukan dan harus diperhatikan dalam sebuah tata pemerintahan.
Warisan Budaya Takbenda ke-14
Pada 3 Desember 2024, Reog Ponorogo resmi jadi warisan budaya takbenda ke-14 yang ditetapkan UNESCO.
Sebelumnya sudah ada keris yang ditetapkan pada 2005, kemudian wayang di 2003, batik di tahun 2009, pendidikan dan pelatihan batik di tahun yang sama, angklung pada 2010, tari Saman di 2011, noken khas Papua pada 2012, tiga genre tari tradisional di Bali pada 2015.
Lalu ada Kapal pinisi pada 2017, pencak silat di 2019, pantun pada 2020, alat musik gamelan pada 2021, budaya sehat Jamu ditetapkan UNESCO pada 2024. ***