Denny JA Terbitkan Buku Puisi Esai ke-6 Sisi Gelap Sejarah Kemerdekaan
- Penulis : Rhesa Ivan
- Senin, 24 Juni 2024 13:20 WIB

Di Maluku, konflik antara Kristen dan Islam. Di Sampit, perselisihan berdarah antara suku Madura dan Dayak. Di Lampung, konflik antara suku Lampung dan Bali. Di Jakarta terjadi amuk masa terhadap etnik Tionghoa. Sedangkan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, kasus pengungsian dari pemeluk Ahmadiyah.
-000-
Denny JA membandingkan betapa berbeda konteks sosial ketika ia menerbitkan buku puisi esainya yang ke-6 tahun 2024 dibandingkan buku puisi esainya yang pertama, "Atas Nama Cinta” (2012).
Baca Juga: Bursa Transfer Liga 1: Borneo FC Lepas Wing Nai Tun dan Silverio Junio
Ketika terbit buku puisi esainya yang pertama, beberapa tahun dari sana terjadi satu gelombang penolakan yang besar sekali. Ini terjadi setelah terbit satu buku yang berjudul "33 Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sastra Indonesia”.
Dalam buku itu, Denny JA dimasukkan di sana sebagai satu dari 33 tokoh berpengaruh di dunia sastra. Denny JA tercatat ke dalam daftar karena ia membawa genre baru puisi esai.
Tapi sekarang, 12 tahun kemudian, ketika Denny JA menerbitkan buku puisi esainya yang ke-6, praktis tak ada lagi gelombang penolakan itu. Yang terjadi malah sebaliknya.
Baca Juga: Bursa Transfer IBL Tokopedia 2024: Satria Muda Rekrut Elgin Cook
Sekarang ini bahkan terjadi festival puisi esai tingkat ASEAN di Malaysia yang dibiayai spenuhnya oleh kerajaan Malaysia di Sabah.
Pada tahun 2024, Festival Puisi Esai ASEAN itu sudah berulang yang ketiga. Di Indonesia pun sudah muncul komunitas puisi esai se-Indonesia. Juga sudah hadir pula pertemuan festival puisi esai setiap tahun. Itu dimulai di Jakarta 2023 di Taman Ismail Marzuki.
Dengan terbitnya buku ke-6 ini, "Yang Tercecer di Era Kemerdekaan", Denny JA juga memberikan nuansa baru bagi puisi esainya.
Baca Juga: ASEAN Cup U16 2024: Nova Arianto Debut, Timnas Indonesia Bantai Singapura
Jika sebelumnya, pada tahun 2012 dengan "Atas Nama Cinta", puisi esainya panjang sekali. Jika dibaca, setiap puisi itu bisa memakan waktu 30-40 menit.