Catatan Denny JA: Membawa Spirit para Sufi ke Era Artificial Intelligence
- Penulis : Rhesa Ivan
- Kamis, 19 Desember 2024 12:12 WIB
Dalam tradisi lain, Bhagavad Gita juga mengajarkan bahwa Cinta Universal adalah Bentuk Tertinggi Dharma.
Bhagavad Gita menempatkan cinta universal sebagai inti dari dharma—kewajiban moral dan spiritual yang menjadi pedoman hidup.
Dalam kitab suci ini, Krishna mengajarkan bahwa manusia mencapai kebebasan sejati melalui pelayanan tanpa pamrih kepada semua makhluk hidup. Cinta universal bukan hanya emosi, tetapi jalan hidup yang melampaui ego dan kepentingan pribadi.
Dalam konteks modern, pesan ini mengajarkan kita untuk melampaui batas-batas sosial, agama, dan nasionalisme.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Retreat para Penulis untuk Kemerdekaan
Cinta universal adalah pengakuan bahwa semua kehidupan saling terkait. Ketika seseorang mencintai tanpa diskriminasi, ia tidak hanya menjalankan dharma, tetapi juga menciptakan harmoni dengan alam semesta.
Dunia yang semakin global membutuhkan cinta universal ini. Ketika manusia menghadapi tantangan seperti krisis iklim, ketimpangan sosial, dan konflik lintas budaya, ajaran Gita menjadi panduan.
Melalui cinta tanpa pamrih, kita belajar untuk melayani orang lain, menjaga keseimbangan alam, dan hidup dalam harmoni dengan seluruh ciptaan.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Quick Count Tak Bisa Putuskan Pilkada Jakarta 2024 Satu atau Dua Putaran
Juga hal sama diajarkan dalam Karuna (Welas Asih) dalam Buddhisme: Empati Sebagai Jalan Pencerahan.
Karuna, atau welas asih, adalah inti ajaran Buddha. Ia bukan sekadar rasa kasihan terhadap penderitaan orang lain, tetapi dorongan aktif untuk meringankan penderitaan tersebut.
Welas asih adalah bentuk tertinggi dari empati, karena melibatkan pemahaman mendalam terhadap kondisi orang lain dan tindakan nyata untuk membantu mereka.
Dalam dunia modern, Karuna menjadi sangat penting. Ketika masyarakat semakin terisolasi secara emosional oleh teknologi dan individualisme, welas asih menawarkan jalan keluar.
Baca Juga: Festival Puisi Esai Jakarta 2024 Kembali Hadir dengan Puluhan Tokoh Sastra Nasional dan Luar Negeri
Ia mengajarkan manusia untuk berhenti, mendengarkan, dan hadir bagi orang lain. Lebih dari itu, welas asih juga menyembuhkan diri sendiri, karena membantu orang lain adalah bentuk kebahagiaan sejati.