DECEMBER 9, 2022
Internasional

Media Asing Soroti UU TNI yang Sudah Diteken Prabowo Subianto

image
Ilustrasi Prajurit TNI ( Youtube.com/SekretariatPresiden)

 

SPORTYABC.COM – Sudah ditanda tanganinya UU TNI nomor 3 Tahun 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto  sebelum Lebaran telah memulai babak baru bagi TNI.

Ada beberapa perubahan seperti pada Pasal 3 ayat (2) dalam UU Nomor 3 Tahun 2025 dimana kebijakan dan strategi pertahanan serta perencanaan strategis TNI kini berada dalam koordinasi Kementerian Pertahanan.

Baca Juga: Indonesia Kutuk Keras Serangan Israel ke Markas UNIFIL Lebanon yang Lukai 2 Anggota TNI

Sedangkan pengerahan kekuatan militer tetap berada di bawah kendali Presiden selaku Panglima tertinggi di negeri ini.

Namun dengan mulainya UU TNI ini mendapatkan sorotan dari media asing terkait kebebasan berpendapat dan adanya isu militer menguasai jabatan sipil.

Adalah media negeri Jiran, Singapura, Channel News Asia (CNA) menuliskan dalam tajuk "Indonesia parliament passes contentious amendments to military law" Maret lalu, 

Baca Juga: Akhirnya Israel Mengaku Serang Dua Prajurit TNI UNIFIL di Lebanon

Media ini menuliskan bahwa dengan pengesahan revisi kontroversial ini dapat mencoreng pamor Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Selain itu media ini juga melihat pengesahan RUU TNI menjadi UU akan memberikan lebih banyak kesempatan bagi prajurit aktif untuk mengisi jabatan sipil

"RUU tersebut telah dikritik oleh kelompok masyarakat sipil, yang menyatakan bahwa RUU itu dapat membawa negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini kembali ke era Orde Baru yang kejam di bawah mantan Presiden Soeharto, di mana prajurit militer mendominasi urusan sipil," tulis CNA.

Baca Juga: Lagi, Personel TNI UNIFIL Terluka Terkena Serangan Israel

Masih dari media Singapura lainya, The Straits Times juga menuliskan bahwa pengesahan RUU TNI menjadi UU TNI ini dengan detail menggaris bawahi pasal kontroversi yang menjadi sorotan masyarakat Indonesia.

"Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang direvisi tahun 2004 memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil penting tanpa harus pensiun atau mengundurkan diri. Sebelumnya, mereka hanya dapat bertugas di 10 lembaga pemerintah, terutama yang terkait dengan keamanan dan pertahanan seperti Badan Intelijen Negara, SAR Nasional, dan Badan Narkotika Nasional," tulis The Straits Times.

"Amandemen itu meningkatkan jumlah instansi menjadi 14, yang mencakup Kejaksaan Agung, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)," lanjut The Straits Times.

Baca Juga: Panglima Agus Subiyanto Mutasi 63 Pati TNI, Mulai dari Danpaspamres hingga Waka BIN

Sementara itu media Inggris, Reuters juga tidak mau kalah menulis hal serupa dalam artikel dengan judul,

"Indonesia parliament passes contentious amendments to military law", 
Media ini menuliskan revisi UU TNI tersebut mendapatkan kritik keras dari kelompok masyarakat sipil Indonesia.

Reuters pun mengutip pendapat warga sipil yang melihat bahwa perubahan ini berpotensi membawa negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini kembali kepada era otoriter Orde Baru di bawah mantan presiden kuat kala itu Soeharto.

Baca Juga: Bahas Latihan Gabungan, Kasum TNI Terima Kunjungan Kehormatan Atase Pertahanan Australia

Namun pandangan masyarakat sipil ini dibantah oleh Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi dengan mengatakan bahwa undang undang ini membatasi peran ke 14 sektor yang membutuhkan kemampuan dan keahlian yang relevan dengan pelatihan militer.

Bahkan Hasan Hasbi menyebut orang dan kelompok yang mengkritik UU TNI tersebut adalah tidak akurat.

"Undang-undang ini membatasi peran... ke 14 sektor yang sangat membutuhkan kemampuan dan keahlian yang relevan dengan pelatihan militer," ucap Hasan kepada AFP. 

Baca Juga: Gempa Myanmar: Indonesia Kirim Bantuan Makanan, Obat-obatan dan Personel TNI

Sementara itu dari Paris, Kantor berita AFP soroti dwifungsi TNI yang terjadi di Indonesia pada era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

AFP soroti pengesahan revisi UU TNI yang perluas keterlibatan militer dari 10 jabatan sipil menjadi 14 jabatan dimana langkah ini disebut menyembunyikan Alamar di kalangan sipil yang berpotensi kembalinnya pemerintahan otoriter.

AFP juag soroti maraknya gelombang aksi massa yang timbul akibat revisi UU TNI yang mengusung misi mengembalikan militer ke barak.

Menurut Andrie Yunus dari Kontra Sdemonstrasi yang menolak UU TNI hanya puncak gunung es, dirinya menilai masyarakat Indonesia sudah muak dengan militerisme.

"Masyarakat muak dengan masuknya militer ke urusan-urusan sipil," ucap Andrie dilansir AFP, Minggu 20 April 2025.

"Kami menilai sahnya UU TNI sebagai upaya membuka kotak pandora," imbuhnya.

AFP juga mengaitkan rekam jejak Prabowo dengan pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto dimana militer memiliki cengkeraman yang cukup kuat di pemerintahan.

Sebelum Soeharto dilengserkan lewat demonstrasi 1998, Prabowo bertuga sebagai komandan pasukan elite untuk meredam kerusuhan.

Prabowo Subianto masih ditulis AFP tetap dituduh melanggar HAM termasuk dugaan penculikan aktivis di akhir masa pemerintahan sang mertua, Soeharto.

Prabowo Subianto sendiri telah membantah hal itu dan tak pernah diproses hukum atas semua tuduhan tersebut.,

Sejak peristiwa itu, Prabowo Subianto memperbaiki citra dan terpilih menjadi presiden pada Pilres 2024 lalu.

Namun dalam enam bulan kepemimpinan Prabowo Subianto, justru memperluas peran militer di pemerintahan negeri ini. 

"Pemerintah tidak menyadari Indonesia punya trauma kolektif terhadap pemerintahan otoriter Orde Baru Suharto," kata Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad.

Selain menyoroti UU TNI, AFP juga soroti pembungkaman jurnalis di era Prabowo Subianto dengan menyinggung rencana revisi UU Polri.

Dimana poin yang mendapatkan sorotan adalah kewenangan polisi mengawasi ilmuan atau pewarta asing yang berkegiatan di Indonesia.

Bahkan pewarta dan ilmuwan aksing harus menyampaikan surat izin ketika melaporkan dari kegiatan tertentu walau kata Jubir Kepolisian surat tersebut tidak wajib.

Terkait media, AFP juga soroti serangan terhadap media Tempol berupa pengiriman kepala babi dan bangkai tikus terpenggal maupun serangan siber terhadap laman resmi mereka.

Terkait hal ini Andreas Harsono dari Hman Right Watch menyebut bahwa kebebasan pers selalu berdampingan dengan demokrasi.

Langkah yang terjadi pada Tempo menunjukkan potensi lumpuhnya demokrasi di Indonesia, karena kebebasan berpendapat ditekan.

"Jika jurnalisme ditindas, kebebasan berpendapat ditekan, demokrasi akan lumpuh," katanya ***
 

Halaman:

Berita Terkait